Dalam
kehidupan, pasti akan ada yang berubah maupun yang bertambah. Entah
tambahan itu apakah suatu hal yang menyenangkan ataukah hal yang
menyedihkan. Banyak hal yang terjadi menjadi sebuah penyesalan bahkan
awal dari alasan sebuah kesedihan yang tiada akhir.
Namun
ketika kita tidak berusaha mencari alasan-alasan yang baik dari sebuah
penderitaan yang kita alami, seakan-akan kesedihan yang kita alami
menjadikan kita sebagai orang yang terburuk keadaannya. Sudahkah kita
belajar untuk melihat ke bawah?
Ya benar.
Melihat ke bawah.
Ternyata
ada saja yang masih harus kita syukuri dari banyaknya kesedihan yang
kita alami. Terkadang sulit untuk kita mencari jawaban mengapa suatu
musibah justru terjadi pada diri kita sendiri. Kenapa bukan orang lain?
Kenapa bukan orang yang bergembira itu? Kenapa bukan orang yang selalu
bahagia itu?
Tapi
tidakkah kita sadari bahwa kita hanya melihat dari sudut pandang mata
kita. Bagaimana dengan Allah yang Maha Melihat dan Maha Bijaksana.
Tidak
kita sadari semua, bahwa sudut pandang kita begitu sempit dan sangat
sempit. Allah melihat dari segala sudut yang tidak akan pernah dapat
dijangkau oleh manusia. Bukankah kitapun manusia, milik Dia Yang Maha
Kuasa.
Berhakkah sebenarnya kita protes? Padahal kita adalah milik-Nya.
Sebuah pertanyaan yang tentu kita tau jawabannya.
Berusahalah
merenung dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Berusahalah untuk mencari
jawaban positif dari pertanyaan-pertanyaan itu.
Suatu ketika, ada seorang melaporkan kepada Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhuma, cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa Abu Darda’ radliallahu ‘anhu pernah
mengatakan: “Fakir itu lebih aku cintai dari pada kaya dan sakit lebih
aku sukai dari pada sehat.” Setelah mendengar laporan ini, Hasan
mengatakan, “Semoga Allah mengampuni Abu Darda’, adapun yang benar, saya
katakan:
من اتكل على حسن اختيار الله له لم يتمن غير الحالة التي اختار الله له
“Barangsiapa
yang bersandar kepada pilihan terbaik yang Allah berikan untuknya, dia
tidak akan berangan-angan selain keadaan yang pilihkan untuknya.” (Kanzul Ummal, Ali bin Hisamuddin al-Hindi)
Entahlah,
seakan-akan manusia terus berusaha melawan kodratnya. Hingga ia
tenggelam dengan permasalahanya sendiri yang tiada habisnya.
Lalu lupakah kita tentang hakikat sebenarnya kita diciptakan?
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُون
” Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”(QS. Adzariyat :56)
Jadi ketika pena diangkat dan catatan takdir telah kering, haruskah kita protes?
Menjalani
dengan penuh tawakal dan berusaha menunaikan kewajiban, mungkin adalah
obatnya. Daripada berkubang dengan kesedihan yang kita masih belum tau
apakah hikmahnya.
بَلَى
مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِنْدَ
رَبِّهِ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
”
Tidak! Barang siapa menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan dia
berbuat baik, dia mendapat pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada rasa
takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah:112)
Jika Engkau seorang yang bertauhid, untuk apa bersedih, untuk apa mengeluh, untuk sesuatu yang sebenarnya akan engkau jalani.
Percayalah, bukankah Allah tidak akan membebani seseorang diluar kesanggupannya?
Pertanyaan
ini adalah hal yang harus engkau renungi. Agar engkau yakin, semua
pasti bisa engkau lewati dengan baik. Karena percayalah selalu,
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (5) إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (6)
” Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 5 – 6)
Jadi, untuk apa engkau bersedih lagi.
Tersenyumlah untuk dunia yang akan engakau jalani.
Itulah satu cara untuk mengurangi kesedihanmu, yang insya Allah akan berlalu dan akan diselingi kebahagiaan kembali.
Percayalah Allah sayang padamu.
***
artikel muslimah.or.id
Penyusun: Wikayatu Diny
Murajaah: Ust Ammi Nur Baits
artikel muslimah.or.id
Penyusun: Wikayatu Diny
Murajaah: Ust Ammi Nur Baits
Tidak ada komentar:
Posting Komentar